AKU MANTAN PEMBANTU RUMAH TANGGA YANG TANGGUH

           

            Masa depan hidup seseorang memang tidak ada yang tau selain TuhanNya. Itu pula yang terjadi padaku, seorang guru di sekolah dasar yang untuk bisa menempuh pendidikan di bangku kuliah saja dulu amatlah mustahil. Perjuangan ini diawali ketika aku sekolah SMA, dengan semangat membara aku nekat sekolah lagi padahal pada saat itu ibuku yang biasanya bekerja di ibukota (sebagai pengasuh nenek jompo) sudah tidak bekerja disana lagi, mungkin karena lelah sudah dari remaja sampai menikah dan memiliki dua orang anak harus bekerja terus di Jakarta.

Mungkin bagi sebagian orang yang hanya melihat perjuangan aku dan keluargaku harus jauh dari orang-orang tersayang pergi jauh merantau itu hal biasa, namun bagi kami yang merasakan sendiri harus bekerja jauh dari mereka merupakan hal yang menyakitkan. Sampai-sampai ketika ibuku mau berangkat ke Jakarta, aku dan kakakku menangis semalaman, aku dan kakakku tinggal hanya berdua di rumah yang belum selesai dibangun. Yang sudah diplester semen hanya bagian kamar saja sedangkan ruang yang lain masih beralaskan tanah. Kami menangis tersedu-sedu sampai lupa makan saking menikmati kesedihan kala itu.

Orangtua yang seharusnya menjadi tempat berlindung anaknya malah harus bekerja jauh untuk bisa menyekolahkan anaknya agar masa depan anak-anaknya menjadi lebih baik. Akupun paham bagaimana perasaan ibuku, ibuku juga menangis saat harus berpisah dengan kami setiap akan berangkat bekerja ke Jakarta. Kesedihan ini mungkin yang menjadi penyebab ibuku tidak lagi berangkat ke ibukota, padahal aku belum selesai sekolah SMA.

Ayah bukannya tidak berkerja, sama ayahku juga bekerja di Jakarta namun penghasilannya sangat kecil karena dia hanya buruh di pabrik. Sering kali ayahku pulang tanpa membawa uang sepeserpun. Ibuku hanya ingin anak-anaknya bahagia, bisa hidup layak seperti orang-orang dan semangat itupun yang kini terus mengalir di jiwaku.  Selesai sekolah SMA aku ingin sekali melanjutkan kuliah, tapi bagaimana caranya untuk pembayaran SPP saja ibu harus pinjem uang ke juragan beras.

Aku bertekad untuk bekerja dulu untuk bisa  kuliah, pertama aku bekerja di swalayan sebagai pembantu di belakang kasir mengemas belanjaan pengunjung dan hanya berlangsung satu bulan karena upah yang diberikan pemilik toko hanya 250 ribu, padahal saat itu tahun 2009. Aku pulang dan mencari pekerjaan lagi dan ada saudara yang membutuhkan teman untuk bekerja di rumah bosnya di Jakarta.

Saudaraku saat itu bekerja sebagai pengasuh bayi dan aku sebagai pembantu rumah tangga, dengan gaji saat itu 500 ribu per bulan. Pekerjaanku saat itu nyuci nyetrika bersih-bersih rumah, disuruh-suruh beli ini dan itu namun aku tidak diperintah masak mungkin majikanku melihatku yang baru lulus sekolah SMA dan masih kecil tidak bisa memasak. Aku betah bekerja disana sampai suatu hari aku harus berhenti bekerja di tempat itu karena bosku bangkrut kena PHK dari atasannya. Aku pindah kerja di tempat lain dan sebagai pembantu juga. Kali ini dengan gaji yang lebih tinggi yaitu 700 ribu.

Bosku sangat penyayang dan kali ini aku diharuskan untuk masak setiap hari. Setiap hari bos laki-laki dan perempuan harus berangkat kerja jam 05.30 dan pada jam itu aku harus sudah menyiapkan sarapan pagi. Bayangkan aku harus bangun jam 04.00 sebelum subuh untuk masak, mata masih ngantuk berat, tidur kurang karena semalaman digigit nyamuk. Belum lagi teman kerja yang sering marah-marah karena melihatku yang susah dibangunkan saat tidur. Itu yang  membuatku tidak betah, terkekang, banyak aturan, hidup tidak bebas seperti di dalam sangkar.

Sampai suatu hari aku melihat computer plus internet di kamar bosku, aku mencoba mencari kata STAIN Purwokerta, aku hanya melihat gedungnya, alamatnya lewat computer dan bermimpi ingin kuliah disana. Mimpi itu gratis, tidak ada yang melarang, mimpi itu juga indah, dan aku yakin pasti suatu hari nanti impianku ini akan tercapai. Aku tahu rasanya jauh dari keluarga itu menyakitkan, makanya aku tidak mau anakku kelak harus jauh dariku seperti ibuku yang selalu bekerja jauh meninggalkan anak-anaknya, aku juga tau betapa sedihnya tidak punya uang, anak minta jajan ibunya tidak punya uang, dia harus melakukan sesuatu, sesuatu yang saat ini bisa aku lakukan saat itu hanyalah berdoa.

Doa yang pasti terkabul suatu saat nanti dan Alhamdulillah mungkin saat ini aku bisa merasakan kemudahan yang sekarang aku rasakan adalah doa-doaku sebelas tahun yang lalu. Akhirnya aku bisa kuliah di kampus impian dan sekarang menjadi guru sekolah dasar  yang setiap hari bisa bertemu keluarga, bisa selalu mendampingi anak-anak dan keluarga. Kalau dulu aku hidup hanya mengalir, namun tidak untuk sekarang, aku selalu berusaha untuk melibatkan Alloh dalam hidupku karena Alloh-lah pemilik dunia dan seisinya.

            Bersyukurlah wahai kawanku dengan keadaan apapun yang sekarang terjadi. Jangan membenci kesedihan, karena kesedihan sebagai cambuk untuk kita bisa bangkit, kesedihan dan cobaan hidup juga sebagai pertanda Alloh sedang rindu dengan kita, Alloh ingin kita lebih dekat denganNya untuk selanjunya memberikan kita kebahagiaan hidup di dunia dan akhiratNya kelak, aamiin.

Posting Komentar

0 Komentar